Harta Bersama dan Harta Bawaan

Apa yang dimaksud dengan Harta Bersama dan Harta Bawaan dapat diketahui pada Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta Pada Kompilasi Hukum Islam.

UU No.1 Tahun 1974

Pasal 35  :
1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. 
2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing       sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak           tidak menentukan lain.

Pasal 36  :
1. Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
2. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk                 melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Pasal 1 huruf f :
Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersam suami-isteri selam dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya sisebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun;

Pasal 85 :
Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masingmasing suami atau isteri.

Pasal 86 :
(1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan.
(2) Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasi penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap           menjadi hak suami dan dikuasi penuh olehnya.

Pasal 87 :
(1) Harta bawaan masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hasiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
(2) Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqah atau lainnya.

Pasal 88 :
Apabila terjadi perselisihan antara suami isteri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama.

Pasal 89 :
Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta isteri maupun harta sendiri.

Pasal 90 :
Isteri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta suami yang ada padanya.

Pasal 91 :
(1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau             tidak berwujud.
(2) Harta bersaa yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat         berharga.
(3) Harta bersama yang tidak berwujug dapat berupa hak maupun kewajiban.
(4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan               pihak lainnya.

Pasal 92 :
Suami atau isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama.

Pasal 93 :
1. Pertanggungjawaban terhadap hutang suami atau isteri dibebankan pada hartanya masing-masing. 2. Pertanggungjawaban terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan           kepada harta bersama.
3. Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan kepada harta suami.
4. Bila harta suami tidak ada atau mencukupi dibebankan kepada harta isteri

Pasal 94 :
1. Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari                                   seorang,masingmasing terpisah dan berdiri sendiri.
2. Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang     sebagaimana tersebut ayat (1), dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua,         ketiga atau keempat.

Pasal 95 :
1. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah No.9 tahun           1975 dan pasal 136 untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan         gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta       bersama seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya.
2. Selama masa sita dapat dikakukan penjualan atas harta bersama untuk keperluan keluarga dengan       izin Pengadilan Agama.

Pasal 96 :
1. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih           lama.
2. Pembangian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau suaminya hutang harus         ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar     putusan Pengadilan Agama. Pasal 97 Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari         harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.





No comments:

Post a Comment

Silahkan Tinggalkan Komentar Anda